Kamis, 27 Desember 2012

Mengapa Harus Berpuasa Sunnah Di Hari Senin dan Kamis



Rasulullah Muhammad SAW senantiasa menghidupkan puasa sunnah pada hari Senin dan Kamis. Inilah beberapa keutamaan dan keberkahan berpuasa pada hari Senin dan Kamis:
1. Pintu-pintu surga di buka pada dua hari tersebut, yaitu Senin dan Kamis. Pada saat inilah orang-orang Mukmin diampuni, kecuali dua orang Mukmin yang sedang bermusuhan.
Dalil yang menguatkan hal ini adalah hadits yang termaktub dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Pintu-pintu Surga di buka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua  hamba yang tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Muslim)
Keutamaan dan keberkahan berikutnya, bahwa amal-amal manusia diperiksa di hadapan Allah pada kedua hari ini. Sebagaimana yang terdapat dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda:
“Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Alloh dalam setiap pekan (Jumu’ah) dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hambayang di antaradia dan saudaranyaterjadi permusuhan…” (HR. Muslim)
Karena itu, selayaknya bagi seorang Muslim untuk menjauhkan diri dari memusuhi saudaranya sesame Muslim, atau memutuskan hubungan dengannya, ataupun tidak memperdulikannya dan sifat-sifat tercela lainnya, sehingga kebaikan yang besar dari Allah Ta’ala ini tidak luput darinya.
2. Keutamaan hari Senin dan Kamis yang lainnya, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sangat antusias berpuasa padakedua hari ini.
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia mengatakan,
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin danKamis”. (HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
“Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, makaaku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkanaku dalam keadaan berpuasa.”(HR. At Tirmidzi dan lainnya)
Dalam shahih Muslim dari hadits Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu bahwaRasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab,
“Hari tersebut merupakan hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya Al-Qur’an kepadaku pada hari tersebut.” (HR.Muslim)
Ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Tidak ada kontradiksi antara dua alasan tersebut.” (Lihat Subulus Salam)
Berdasarkan hadits-hadits di atas maka di sunnahkan bagi seorang Muslim untuk berpuasa pada dua hari ini, sebagai puasa tathawwu’ (sunnah).
3. Keutamaan lain yang dimiliki hari Kamis, bahwa kebanyakan perjalanan (safar) Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam terjadi pada hari Kamis ini.
Beliau menyukai keluar untuk bepergian pada hari Kamis. Sebagaimana tercantum dalam Shahih Bukhari bahwa Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Sangat jarang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam keluar (untuk melakukan perjalanan) kecuali pada hari Kamis.”
Dalam riwayat lain juga dari Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu:
“Bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam keluar pada hari Kamis di peperangan Tabuk,dan (menang) beliau suka keluar (untuk melakukan perjalanan) pada hari Kamis.” (HR.Bukhori)  [Berbagai sumber]

sumber : http://kisahislami.com/mengapa-harus-berpuasa-sunnah-di-hari-senin-kamis/

Rabu, 12 Desember 2012

Kisah Al-Jassasah (Mata-mata) dan Dajjal


Diriwayatkan dari Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi, bahwa ia pernah bertanya kepada Fathimah binti Qais Radhiyallahu Anha, “Beritakanlah kepadaku sebuah hadits yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan janganlah engkau beritakan kepada orang lain.’ Fathimah menjawab, ‘Jika engkau berkehendak, saya akan memberitahukannya kepadamu.’ Amir berkata, ’Tentu aku sangat ingin mengetahuinya, beritakanlah kepadaku.’ Fathimah berkata, ‘Suatu hari aku mendengar suara muadzin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka aku pun berangkat ke masjid dan shalat bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Aku shalat pada shaf wanita yang ada di belakang kaum laki-laki. Ketika shalat sudah selesai, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam duduk di mimbar sambil tersenyum, lalu beliau bersabda, “Hendaklah setiap orang tetap berada di tempat shalatnya.”
Kemudian beliau bertanya, “Tahukah kalian kenapa aku mengumpulkan kalian?
Para shahabat menjawab, “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengumpulkan kalian bukanlah untuk suatu kabar gembira atau kabar buruk, akan tetapi aku mengumpulkan kalian karena Tamim Ad-Dari, yang dahulunya seorang laki-laki pemeluk agama Nasrani kini telah memeluk Islam dan berbai’at kepadaku. Ia telah mengatakan sesuatu yang pernah aku katakan kepada kalian tentang Al-Masih Dajjal. Ia mengisahkan perjalanannya kepadaku bahwa ia berlayar dengan sebuah kapal laut bersama 30 orang laki-laki dari kabilah Lakham dan Judzam. Kemudian mereka terombang-ambing oleh ombak selama satu bulan. Hingga mereka terdampar di sebuah pulau di tengah laut di daerah tempat terbenamnya matahari. Lalu mereka istirahat di suatu tempat yang dekat dengan kapal.
Kemudian, mereka mendarat di pulau tersebut dan bertemu dengan seekor binatang yang berbulu lebat, sehingga mereka tidak dapat memperkirakan mana ekornya dan mana kepalanya, karena tertutup oleh bulunya yang terlalu banyak.
Mereka berkata, ”Celaka, dari jenis apakah kamu ini.”
Ia menjawab, ”Saya adalah Al-Jassasah.”
Mereka bertanya, ”Apakah Al-Jassasah itu?”
Tanpa menjawab pertanyaan mereka, lalu ia berkata, ”Wahai orang-orang, lihatlah seorang laki-laki yang berada di rumah terpencil itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan informasi dari kalian!”
Tamim Ad-Dari berkata, ”Ketika ia menjelaskan kepada kami tentang laki-laki itu, kami pun terkejut karena kami mengira bahwa ia adalah setan. Lalu kami segera berangkat sehingga kami memasuki rumah tersebut, di sana terdapat seorang manusia yang paling besar (yang tidak pernah kami lihat sebelumnya) dalam keadaan terikat sangat kuat. Kedua tangannya terikat ke pundaknya, serta antara dua lutut dan kedua mata kakinya terbelenggu dengan besi.”
Kami berkata, ”Celaka, siapakah kamu ini?” Ia menjawab, ”Takdir telah menentukan bahwa kalian akan menyampaikan informasi kepadaku, maka kabarkanlah kepadaku siapakah kalian ini?”
Mereka menjawab, ”Kami adalah orang-orang Arab yang berlayar dengan sebuah kapal, tiba-tiba kami menghadapi sebuah laut yang berguncang, lalu kami terombang-ambing di tengah laut selama satu bulan, dan teradamparlah kami di pulau ini. Lalu kami duduk di tempat yang terdekat dengan kapal, kemudian kami masuk pulau ini, maka kami bertemu dengan seekor binatang yang sangat banyak bulunya yang tidak dapat diperkirakan mana ekor dan mana kepalanya karena banyak bulunya.
Maka kami berkata, “Celaka, apakah kamu ini?”
Ia menjawab, ”Saya adalah Al-Jassasah.”
Kami bertanya, ”Apakah Al-Jassasah itu?”
Tanpa menjawab pertanyaan kami, ia berkata, ” Wahai orang-orang, lihatlah seorang laki-laki yang berada di rumah terpencil itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan informasi dari kalian!”
Lalu kami segera menuju tempat kamu ini dan kami terkejut bercampur takut karena mengira bahwa ia adalah setan.”
Laki-laki besar yang terikat itu mengatakan, ”Beritakanlah kepada saya tentang pohon-pohon kurma yang ada di daerah Baisan?”[1]
Kami bertanya, ”Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?”
Ia berkata, ”Saya menanyakan apakah pohon-pohon kurma itu berbuah?”
Kami menjawab, “Ya.”
Ia berkata, “Adapun pohon-pohon kurma itu maka hampir saja tidak akan berbuah lagi.”
Kemudian ia mengatakan, ”Beritakanlah kepadaku tentang danau Tiberia.”
Mereka berkata, ”Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?”
Ia bertanya, ”Apakah ia masih tetap berair?”
Mereka menjawab, “Airnya masih banyak.”
Ia berkata, “Adapun airnya, maka hampir saja akan habis.”
Kemudian ia berkata lagi, “Beritakanlah kepada saya tentang mata air Zugar.”[2]
Mereka menjawab, “Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?”
Ia bertanya, ”Apakah di sana masih ada air dan penduduk di sana masih bertani dengan menggunakan air dari mata air Zugar itu?”
Kami menjawab, “Benar, ia berair banyak dan penduduknya bertani dari mata air itu.”
Lalu ia berkata lagi, “Beritakanlah kepadaku tentang nabi yang ummi (tidak bisa tulis baca), apa sajakah yang sudah ia perbuat?”
Mereka menjawab, “Dia telah keluar dari Makkah dan bermukim di Yatsrib (Madinah).”
Lalu ia bertanya, “Apakah ia diperangi oleh orang-orang Arab?”
Kami menjawab, “Ya.”
Ia bertanya, “Apakah yang ia lakukan terhadap mereka?”
Maka kami memberitahukan kepadanya bahwa Nabi itu telah menundukkan orang-orang Arab yang bersama dengannya dan mereka menaatinya.”
Lalu ia berkata, “Apakah itu semua telah terjadi?”
Kami menjawab, “Ya.”
Ia berkata, “Sesungguhnya adalah lebih baik bagi mereka untuk menaatinya dan sungguh aku akan mengatakan kepada kalian tentang diriku. Aku adalah Al-Masih Dajjal, dan sesungguhnya aku hampir saja diizinkan untuk keluar. Maka aku akan keluar dan berjalan di muka bumi dan tidak ada satu pun negeri kecuali aku memasukinya dalam waktu 40 malam selain Makkah dan Thaibah, kedua negeri itu terlarang bagiku. Setiap kali aku ingin memasuki salah satu dari negeri itu maka aku dihadang oleh malaikat yang ditangannya ada pedang berkilau dan sangat tajam untuk menghambatku dari kedua negeri tersebut. Dan di setiap jalan-jalan yang ada di kota Madinah terdapat malaikat yang menjaganya.”
Fathimah berkata, ”Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda sambil menghentakkan tongkatnya di atas mimbar, ”Inilah Thaibah, inilah Thaibah, inilah Thaibah (maksudnya kota Madinah). Bukankah aku sudah menyampaikan kepada kalian tentang hal itu?” Para shahabat menjawab, ”Benar.” Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Saya tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Tamim Ad-Dari, karena ia bersesuaian dengan apa yang pernah aku sampaikan kepada kalian tentang dia (Dajjal) dan tentang Madinah dan Makkah. Ketahuilah, tempatnya (Dajjal) terletak di laut Syam atau laut Yaman. Ia datang dari arah timur, dari arah timur, dari arah timur.” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisayaratkan tangannya ke arah timur. Fathimah berkata, “Hadits ini yang saya hafal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.”
HR. Muslim



SUMBER :http://kisahislami.com/kisah-al-jassasah-mata-mata-dan-dajjal/
KISAH NABI MUHAMMAD SAW
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira' sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut yang senang bergerombol. Dari sini, ia sering berpikir dengan mendalam, dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril berkata:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5)
Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, diriwayatkan ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya agar memberinya selimut.
Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Muhammad menerima ayat-ayat Quran secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi, sehingga hampir setiap ayat Quran turun disertai oleh Asbabun Nuzul (sebab/kejadian yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan sebagai kompilasi bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan).
Sebagian ayat Quran mempunyai tafsir atau pengertian yang izhar (jelas), terutama ayat-ayat mengenai hukum Islam, hukum perdagangan, hukum pernikahan dan landasan peraturan yang ditetapkan oleh Islam dalam aspek lain. Sedangkan sebagian ayat lain yang diturunkan pada Muhammad bersifat samar pengertiannya, dalam artian perlu ada interpretasi dan pengkajian lebih mendalam untuk memastikan makna yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini kebanyakan Muhammad memberi contoh langsung penerapan ayat-ayat tersebut dalam interaksi sosial dan religiusnya sehari-hari, sehingga para pengikutnya mengikutinya sebagai contoh dan standar dalam berperilaku dan bertata krama dalam kehidupan bermasyarakat.